Minggu, 10 November 2013

RUMAH ABU DI JAKARTA

 THE ASH HOUSE


 “Histories ,Praying , Nostalgia”


The words that I can say about The Ash House.The house that was  built since the end of 19th century is used as the saving place of  The ashes of Chinese people who passed away  and already been cremation process. The Ashes which kept there  must be come from the same surname. The Ash House also built as the place for keeping relationships of Chinese people especially for the same surname.

“With striking color and Chinese traditional style are the symbols of The Ash House”Among of buildings and houses, The Ash House has unique symbols from the structure that used Chinese traditional styles with striking color around the house sides. The reasons of making the Ash house with those symbols are giving different impressions to  everyone who sees The Ash House, also guidance for family if they want visit Ash House as well for praying, meeting with another family with the same surname also nostalgia about their family histories.


The Ash House will be crowded of people when one of their family  is passing away. The family will do some special rituals after cremation process then put the ash into a special jar. The rituals are praying during first 7 days, 7 days at second time then continue with a year and 2 years of praying. The aim  of those rituals are sending best prayers for their family who passed away as for the best at the afterlife.




Don’t worry if you want to visit and feeling different of historical explorations, there are many Ash Houses in Jakarta. One of them are in Pinangsia Street No.3 The Ash House of Tan Family Name or The Ash House of Nio/ Liong , Nio Sie Tjiong Se  across of Beos Railway Stations. When you visit The Ash House, you will invited to see  around the House. Starting from the praying place, then going to see the Family Photos. After that you will be explained of the family ancestral which display on the walls. Yup, not all of The Ash Houses are opened to public because they don’t want everyone comes to their Ash House even though just sightseeing, only family with same surname is allowed to visit. 


Beside praying, the Chinese family with same surname periodically gathered together for keeping relationship among them. Sometimes they organize performing arts that supported by local associations. Finally The Ashes Houses give another  histories of Jakarta as well inform us about our nation cultures that must be keep all the time.





Created by: Handoko Dwi

Reference : Book of Wisata Kota Tua Jakarta

Photos : Google.com / budaya-tionghoa.net

Sabtu, 09 November 2013

KOTA INTAN DRAWBRIDGE


The famous bridge in Jakarta Old Town area. Formerly the bridge was connecting between the elite area and the market area which known as  Chicken  market bridge area / jembatan pasar ayam. The bridge also connected between Dutch fortress (VOC) and England fortress ( IEC). Once  Kota Intan bridge would automatic open when the ships were passing the canal under the bridge. The ships which passing the canal are coming from another areas outside Batavia and those ships brought spices also  various materials which stopped first at Sunda Kelapa Harbor then entered Batavia City.


 "Having more than one name is the unique things of Kota Intan Draw Bridge"
We turning back to histories, before the name becomes Kota Intan draw bridge, there are  3 other names  given for the bridge that each of names  had self historical. Well, The first name was Chicken market bridge. The reason why the bridge called as chicken market was the location of the bridge nears to the  market which exist there. Actually the market consisted of sellers that sell many kind of daily need things but most of them are chicken sellers. Cause of crowded activities of people which also passed the bridge everytime. Local people finally   named the bridge as Chicken Market Bridge or Jembatan Pasar Ayam in bahasa.

 The second name was  England bridge, why named it as England bridge? Because there were lots of England people who lived near to the bridge area. It made local people named the bridge from Chicken market to England bridge.





The third name was  Juliana Bridge. Who  was Juliana? She was the queen from Dutch who always passing the bridge for enjoying the views of canal and surroundings. Queen Juliana always did that every morning and the other reason was her behavior that really kindly to the people around bridge, giving nice smile and say halo to the local people who lived around the bridge. That’s why local people named the bridge as Juliana Bridge as an honour for the beautiful behavior of the Queen Juliana.




The last one ‘til now is Kota Intan drawbridge. In English is the bridge of the diamond city. The means of diamond city was Batavia. Formerly Batavia had fortress in every sides as proctected functions from any enemies outside of Batavia. The rumors  said that  under of each fortress there was diamond, that’s why finally the bridge named as Kota Intan Drawbridge. The other version of Kota Intan refers to the location of the bridge nears to the Batavia Bastion Castle or known as Bastion Diamont.

If you pay attentions with the bridge’s color is red. The ‘red’ also means something that if we back to the stories, areas of Kota Intan Drawbridge was the place of Chinese’s lived. They thought that red color describes of luck symbol and the color of victory.


Created by : My Self

Pictures : Google.com

Kamis, 24 Oktober 2013

TRUST ! TREM WAS HERE...



TREM IN HARMONI AREA (1954)




 THE FIRST GAMBIR TRAIN STATION IN BATAVIA CITY (1939)

At middle of 20th century, the central of batavia was moved to weltevreden, at koningsplein , now become medan merdeka field. There was governor general palace and gambir train station exist here.





TREM AT KRAMAT - SALEMBA - BATAVIA (1900-1940)






KRAMAT BRIDGE - BATAVIA (1870 -1900)
Behind The man nears to the trees, written the taylor’s name A.Kim 





THE TREM PASSED "EIGUN HULP" SHOP AT THE WEST OF MOLLENVLIET - BATAVIA (1890- 1900)





HALL OF BATAVIA TRAIN STOP SECTIONS (1900-1940 )



BATAVIA CITY
Trem was used as the mass transportation which available on several locations. Since 1899, The electric Trem was starting used. At the same year, The haze trem was built in 2 big cities at the north sea of Java Island, Semarang and Surabaya.



POSTSPAARBANK NEARS MOLLENVLIET - CENTER OF TREM IN BATAVIA -(1925)







POSTSPAARBANK BUILDING -BATAVIA (1925 - 1938)

Our Harmoni Building


Nama harmoni, memang tak asing bagi warga Jakarta. Namun tidak semua orang mengetahui asal mula nama Harmoni tersebut. Menoleh ke belakang pada saat kependudukan Belanda, Harmoni dikenal sebagai sebuah gedung tempat berkumpulnya masyarakat Belanda bernama Harmonie.
Gedung yang dibangun tahun 1810, kini menang sudah rata dengan tanah pada Maret 1982.





Posisi gedung, jika masih berdiri berada pojokan Jalan veteran dan Jalan Majapahit. Kini lahan bekas gedung itu menjadi bagian dari lahan parkir sekretariat negara.


"Memang gedung itu diratakan oleh pemerintah, dengan alasan untuk perluasan gedung sekretariat negera, kini jejak gedung itu pun sudah sirna," kata Kepala UPT Kota Tua Chandrian saat berbincang dengan VIVAnews, beberapa waktu lalu.


Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan, pendirian gedung itu dipelopori oleh Reinier de Klerk tahun 1776. Semula bangunan tempat warga Belanda berpesta dibangun di Jalan Pintu Besar Selatan. "Biasanya orang Belanda kalau setiap malam akhir pekan selalu berkumpul dan pesta," ungkapnya.


Di tempat itu juga biasa para Noni Belanda, sebutan bagi perempuan Belanda.

Namun, lambat laun kawasan itu semakin jorok. Kemudian Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels memindahkan bangunan lebih ke selatan, di pojokan Jalan Veteran dan Jalan Majapahit.



Kawasan ini tak hanya mengingatkan orang pada Societeit de Harmonie, tapi sebuah hotel bernama Hotel des Indes, yang berdiri megah di sebelah tenggara gedung Harmoni. Hal inilah yang menguatkan Harmoni sebagai kawasan yang sibuk dan tak pernah 'mati'.



Sayangnya, Hotel ini harus ikut dilibas pembangunan tahun 1971. Hotel yang terletak tak jauh dari Gedung Harmonie ini ada di Jalan Gajah Mada. Di lokasi ini kemudian berdiri Duta Merlin, yang sekarang terkenal sebagai pusat perbelanjaan.



Menurut Chandrian, Hotel des Indes resmi beroperasi pada 1856 di tanah yang juga masih milik Reiner de Klerk. Sejarah juga merekam, hotel ini bisa sejajarkan dengan hotel Raflles di Singapura.



"Pada saat itu, hotel tersebut sudah megah dan bergensi. Hanya orang belanda dan kaum bangsawan yang menginap di sana," ungkapnya.

Kemegahan Hotel des Indes, kini sudah tak berbekas. Tak ada yang bisa diperlihatkan kepada generasi penerus.



Kenangan-kenangan untuk menikmati romantisme terhadap sejarah pun hilang begitu saja, tergerus dengan kemajuan zaman. Namun, salah satu peninggalan yang masih bisa dinikmati kita kawasan Harmoni yaitu, Patung Hermes, yang masih menempel di Jembatan Harmoni.



Patung Hermes di dalam mitologi Yunani digambarkan sebagai dewa pelindung para pedagang.

Namun, patung yang menempel dijembatan itu adalah patung replika. Patung Hermes semp
at raib sekitar Agustus 1986. "Kita sempat kaget, karena patung itu jatuh oleh orang gila yang merusaknya. Tapi akhirnya bisa diamankan oleh dinas pertamanan saat itu," kenang Chandrian.


sumber : vivanews.com 

Selasa, 15 Oktober 2013

MENARA SYAHBANDAR


Mungkin viewers bertanya kenapa saya harus membahas hal- hal sejarah yang mungkin menurut sebagian orang  membosankan? Hawa yang menyeramkan? Bukan suatu hal yang menyegarkan mata, terkini, modern?
Saya pernah merasakan hal tersebut, dan jawaban yang saya dapatkan setelah mendalami sedikit demi sedikit   dalam sejarah banyak kisah perjuangan dan memaknai hidup yang nantinya bisa di aplikasikan dalam kehidupan saya yaitu  “berjuang untuk hidup dan hargai perjuangan itu”.

Selain itu, terlintas ada keinginan saya untuk berandai –andai jika bisa hidup di zaman dulu dan merasakan berbagai kisah atau peristiwa  yang saya dengar dari guru sejarah.

Baik kita mulai saja....

MENARA SYAHBANDAR

 
“Dari sinilah kapal yang akan berlabuh diamati dan diberi tanda” Adolf Heuken

Sekilas kalimat yang menggambarkan Bangunan yang didirikan pada zaman penjajahan Belanda Tahun 1839 ini.  Berdiri di antara ramai kesibukan aktivitas  Pasar Ikan dan Pelabuhan Sunda Kelapa, Mampu mengawasi segala arah sebagaimana fungsi nya dimasa lalu sebagai pos pengamatan lalu lintas laut baik yang menuju atapun yang meninggalkan Pelabuhan Sunda Kelapa. Selain itu, menara ini juga sebagai isyarat bagi kapal-kapal yang akan berlabuh. Sebab, di bagian ujung menara terdapat bendera yang akan memberikan isyarat tertentu bagi kapal – kapal tersebut.




DARI MENARA GOYANG HINGGA MENARA MIRING

Unik memang julukan yang diberikan oleh warga sekitar. Alasan mengapa diberi julukan menara miring karena menara Syahbandar didirikan di bekas tanah rawa yang kondisinya labil sehingga makin lama membuat posisi menara menjadi miring. Mirip seperti Menara Pisa yang berdiri miring beberapa derajat dari patokan garis vertikal. Pada saat pengukuran tahun 2001, sudut kemiringan menara yang dibangun pada 1839 itu baru mencapai 2°15′54″ ke arah selatan dan 0°15′58″ ke arah barat, tapi sekarang mungkin sudah lebih miring lagi! Hal ini disebabkan oleh kondisi fondasi dan tanah yang labil. Bagaimana dengan menara goyang? Kalau dua atau tiga kontainer yang memuat alat-alat berat melewati jalan di depan menara, getarannya bakalan sangat heboh terasa oleh orang-orang yang berada di  dalam menara sehingga disebut sebagai menara goyang, unik bukan ? namun tenang saja menara masih dinyatakan aman kok untuk dikunjungi.



"Tempat ini adalah kantor pengukuran dan penimbangan

 serta di sinilah titik nol Batavia"
Menara Syahbandar, atau pada zaman Belanda disebut sebagai Uitkijk Post ini, didirikan di bekas bastion (benteng) Culemborg yang dibangun sekitar 1645 dan merupakan tembok kota Batavia. Ketika Anda memasuki menara, tepat di bawah tangga terdapat sebuah prasasti bertulisan Cina. Tulisan ini jika diartikan kira-kira berbunyi, "Tempat ini adalah kantor pengukuran dan penimbangan serta di sinilah titik nol Batavia". Nah, secara geografis, Menara Syahbandar di masa silam menjadi patokan titik 0 (Kilometer 0) Kota Jakarta. Namun, pada tahun '80-an patokan Kilometer 0 Jakarta kemudian dipindah ke Monumen Nasional (Monas).


RASAKAN SENSASINYA!
Menara syahbandar dibagi atas 3 bagian, lantai dasar sebagai pintu masuk ke menara, lantai dua berisi ruangan kosong dan lantai paling atas ini bisa jadi spot terbaik jika Anda ingin lebih merasakan suguhan pemandangan serta merasa laiknya seperti pengawas yang mengawasi lalu lintas kapal di pelabuhan. Selesai menikmati pemandangan tak ada salahnya mampir ke ruang dibawah lantai dasar yang merupakan penjara bawah tanah sebagai tempat awak kapal yang melanggar  peraturan.





“Konon, terdapat lorong bawah tanah yang bisa menembus hingga ke museum fatahillah dan lebih jauh lagi hingga masjid istiqlal”
Sebagai bekas benteng, dilantai bawah masih terdapat ruang bawah tanah untuk perlindungan dan pintu terowongan bisa tembus hingga Fatahillah (Museum Fatahillah, dulu Stadhuis) bahkan kemungkinan hingga Masjid Istiqlal karena dulu pernah ada Benteng Frederik Hendrik. Saat ini pintu menuju terowongan sudah ditutup, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Merinding mengetahuinya, betapa niatnya Belanda membuat terowongan yang begitu panjangnya, namun miris sekali bahwa itu semua dikerjakan oleh orang pribumi yang mungkin dengan paksaan namun bisa ditarik kesimpulan  dibalik penderitaan mereka sebenarnya terdapat semangat untuk merdeka dari tangan penjajah walaupun mereka (warga pribumi) tidak tahu kapan akan merdeka namun semangat juang mereka tidak pernah luntur! 
Jangan khawatir Biaya yang dikenakan untuk masuk ke menara syahbandar terbilang sangat terjangkau!
PERORANGAN
DEWASA
Rp. 2000
PELAJAR / MAHASISWA
Rp.1000
ANAK – ANAK
Rp.1000
ROMBONGAN
DEWASA
Rp.1500
PELAJAR / MAHASISWA
Rp.750
ANAK – ANAK
Rp.500

JAM OPERASIONAL
SELASA – MINGGU
09.00 – 15.00
SENIN DAN LIBUR NASIONAL
TUTUP

So, Liburan tak perlu mahal bukan?

BAGAIMANA MENCAPAI MENARA SYAHBANDAR?
Transjakarta
Naik transjakarta, lalu turun di stasiun kota, dari stasiun kota bisa naik mikrolet, bajaj, ojek, sepeda ontel atau jalan kaki
Mikrolet
Di luar stasiun kota, naik mikrolet (biru muda) dengan trayek nomor 15 atau bus mini kopami (biru tua) trayek nomor 2. Kedua transportasi ini menuju kearah menara Syahbandar, namun anda harus bilang ke sopir kearah “pasar ikan”, ongkos yang mesti dikeluarkan kira – kira 2500 per orang baik untuk wisatawan atau orang Indonesia. Waktu tempuh nya bisa 10 hingga 15 menit saja.
Sepeda ontel
Jika ingin lebih merasakan suasana masa lampau, bisa menggunakan jasa ojek sepeda ontel ini dengan ongkos 5 ribu per orang, naik dari stasiun kota, waktu tempuhnya 5 – 15 menit tergantung kondisi lalu lintas, namun harus hati – hati .
Jalan kaki
Jika dimulai dari melewati gedung Museum Bank Mandiri dan Museum Bank Indonesia, belok kiri dan menyebrangi jembatan di atas kali besar. Lalu belok kanan dan telusuri Jalan Kali Besar Barat. Dipersimpangan jalan Kali Besar Timur 3 teruskan langkah ke kali besar barat hingga kebawah jalan tol pelabuhan. Teruskan langkah sepanjang kali atau melalui jalan didekatnya yaitu jalan kakap. Di jalan kakap Anda akan menemukan Galangan VOC. Di hadapan Galangan VOC anda akan menemukan Menara Syahbandar.

Selasa, 08 Oktober 2013

new comer


hi, everyone ...
akhirnya saya bisa juga masuk ke dunia blogger. awalnya saya bingung banget gimana bikin blog?.. ternyata agak rumit (haha maklumlah namanya juga pemula, lama - lama bakalan lihai!)  well , blog ini khusus saya dedikasikan sebagai wadah informasi tentang "the old view of jakarta", kenapa? karena tingkat kesadaran akan sejarah mulai dari anak - anak hingga remaja sudah hampir hilang berkat masuknya berbagai hal yang bersifat modern dari dunia barat sana menyebabkan kata dan seluruh isi dari "sejarah" seakan lenyap tanpa jejak.
well, semoga beragam postingan yang saya berikan bisa membangkitkan lagi semangat mereka sang penerus bangsa untuk paling tidak mengenal sedikit sejarah yang sebenarnya tak ternilai harganya.

"Jas merah " 
jangan sekali -kali melupakan sejarah"

Thanks and Enjoy the views of old jakarta
Handoko Dwi Saputro

x